Pada tahun 2024, Sumatera Barat kembali dilanda musibah banjir bandang dan tanah longsor di berbagai titik. Hujan berintensitas tinggi yang mengguyur wilayah hulu Gunung Marapi menjadi pemicu utama bencana ini. Namun, di balik hujan deras tersebut, tersimpan masalah yang lebih dalam dan kompleks, yaitu eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembangunan yang tidak memperhatikan aspek mitigasi bencana. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Muhammadiyah Jakarta, Hardiman SG, SKM., M.Kes., menegaskan bahwa banjir bandang ini tidak semata-mata disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, tetapi juga karena eksploitasi alam yang berlebihan (Azizah, 2024).
Eksploitasi Berlebihan dan Pembangunan Tanpa Rencana
Eksploitasi sumber daya alam di wilayah ini telah berlangsung lama. Pada tahun 2016, Kabupaten Solok Selatan telah direndam banjir dan longsor akibat adanya 22 izin usaha pertambangan (IUP) seluas 15.876 hektar untuk komoditas emas, bijih besi, galena, mangan, dan tembaga yang sedang dalam proses operasi produksi (Borneo News, 2016). Selain itu, aktivitas penambangan tanpa izin di sepanjang daerah aliran sungai Batanghari dengan menggunakan alat berat menambah daftar panjang kerusakan lingkungan yang terjadi.
Bencana yang terjadi juga tak terlepas dari kerusakan hutan yang terjadi di sekitar kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, mengatakan bahwa pihaknya terus menerima laporan masyarakat terkait aktivitas penebangan liar di wilayah tersebut (BBC Indonesia, 2024). Berdasarkan laporan terbaru Walhi Sumbar, ditemukan adanya 200 titik pembukaan lahan pada kawasan TNKS yang mencakup empat kabupaten di Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Dharmasraya.
Walhi juga menyoroti adanya pembangunan kawasan wisata ilegal di kawasan Lembah Anai, seperti kafe, pemandian, dan masjid besar (VOI, 2024). Padahal Lembah Anai adalah hutan lindung dan cagar alam yang rentan terhadap bencana, seperti banjir dan longsor. Kekhawatiran ini terbukti benar ketika banjir besar terjadi pada Sabtu (11/05), dimana kawasan wisata tersebut menjadi wilayah yang sangat terdampak.
Pembangunan pemukiman rumah yang tidak memperhatikan aspek mitigasi bencana semakin memperburuk situasi. Pemukiman yang dibangun tanpa mempertimbangkan jarak aman dari sungai, tidak memiliki fasilitas alarm peringatan dini, serta tidak dilengkapi dengan titik kumpul dan posko darurat untuk evakuasi ketika bencana alam terjadi, mengakibatkan akumulasi krisis yang lebih besar.
Tanggung Jawab Pemerintah
Pembalakan liar dan penambangan tanpa izin di daerah Sumatera Barat menunjukkan kelalaian pemerintahan daerah dalam menangani masalah ini. Bahkan, disebutkan bahwa orang dalam pemerintah dan aparat hukum terlibat dengan menerbitkan dokumen palsu dalam praktik penebangan liar di kawasan TNKS (BBC Indonesia, 2024). Situasi ini seharusnya menjadi peringatan serius bagi pemerintah setempat untuk lebih serius dalam mengawasi dan merencanakan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Setiap pembangunan harus didasarkan pada analisis risiko bencana yang komprehensif, termasuk aspek mitigasi bencana untuk mencegah kerugian yang lebih besar di masa mendatang. Langkah konkret seperti menjauhkan pemukiman dari titik rawan bencana, menyediakan fasilitas peringatan dini, dan memastikan adanya titik kumpul serta posko evakuasi harus segera diimplementasikan.
Upaya pemberantasan praktik penambangan dan penebangan ilegal harus diperkuat untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang semakin menjadi-jadi. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap oknum pemerintah yang terlibat sangat penting agar penyalahgunaan wewenang dan penerbitan dokumen palsu dalam penebangan liar dapat dihentikan.
Solusi Mengatasi Krisis
Bencana yang terus berulang ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan alam dan melakukan pembangunan yang berkelanjutan. Eksploitasi sumber daya alam tanpa kendali dan pembangunan serampangan hanya akan membawa malapetaka. Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini, termasuk dengan menerapkan solusi-solusi berkelanjutan seperti penerapan ekonomi sirkular untuk mengurangi risiko banjir melalui inisiatif seperti bank sampah. Pembangunan yang berkelanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam yang bertanggung jawab menjadi kunci penting dalam penyelesaian masalah ini. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatera Barat dapat dihindari atau diminimalisir dampaknya.
Baca lebih lanjut tentang upaya mengurangi resiko banjir dengan ekonomi sirkular disini!
Penulis : Fasya Pavita Rayhan
Referensi
Azizah, N. (2024, May 13). Dosen FKM UMJ Ungkap Penyebab Banjir Bandang di Sumbar | Republika Online. News. Retrieved May 21, 2024, from https://news.republika.co.id/berita/sdfahb463/dosen-fkm-umj-ungkap-penyebab-banjir-bandang-di-sumbar
BBC Indonesia. (2024, March 13). Banjir Sumbar ungkap praktik 'deforestasi yang makin luas di Taman Nasional Kerinci Seblat'. BBC. Retrieved May 21, 2024, from https://www.bbc.com/indonesia/articles/c72l5p8r47ro
Borneo News. (2016, February 09). Borneo News. Retrieved May 21, 2024, from https://www.borneonews.co.id/berita/28323-banjir-sumbar-dipicu-eksploitasi-sda
VOI. (2024, May 14). Eksploitasi Sumber Daya Alam dan Pembangunan Serampangan Sebabkan Banjir Bandang di Sumatra Barat. VOI. Retrieved May 21, 2024, from https://voi.id/bernas/380977/eksploitasi-sumber-daya-alam-dan-pembangunan-serampangan-sebabkan-banjir-bandang-di-sumatra-barat