Kasus Korupsi Timah PT Timah Tbk (2015-2022)
Baru-baru ini santer diberitakan dugaan pelanggaran kerjasama pengelolaan lahan PT Timah Tbk dengan pihak swasta yang diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp271 triliun. Tidak main-main, pelanggaran ini melibatkan 16 tersangka dengan dua di antaranya merupakan individu high profile.
Dalam penghitungannya, Kejaksaan Agung melibatkan Ahli Lingkungan Hidup dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yaitu Bambang Hero Saharjo. Beliau menyatakan bahwa total kerugian akibat kerusakan lingkungan dalam kasus ini mencapai Rp271,06 triliun, yang terdiri dari kerugian ekologis, lingkungan hidup, dan biaya pemulihan. Dalam laporan Majalah Tempo, disebutkan bahwa tambang ilegal tersebut juga berdampak pada kerugian ekologis lainnya, seperti hutan tropik seluas 460 ribu hektar, dengan total lubang yang terbentuk sebanyak 12.607 (Hasan, 2024). Bambang menambahkan bahwa penambangan tersebut melibatkan tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung dengan luas galian tambang mencapai 43.175,4 hektare, padahal luas IUP PT Timah Tbk hanya mencakup 37.535,5 hektare. Namun, hingga saat ini, jumlah kerugian lingkungan dalam kasus tersebut masih terus dihitung oleh Kejaksaan Agung bersama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) (Tim Detikcom, 2024).
Tak hanya berdampak bagi lingkungan, kasus ini juga memberikan dampak signifikan bagi kehidupan masyarakat Bangka Belitung. Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Fadillah Sabri, mengatakan bahwa akibat dari kerusakan lingkungan yang masif, masyarakat Bangka Belitung telah kehilangan jati dirinya sebagai salah satu daerah penghasil lada atau sahang terbaik di Nusantara. Saat ini, banyak lahan perkebunan lada yang kemudian beralih fungsi menjadi tambang timah ilegal. Ia juga menambahkan bahwa lahan berkebun semakin berkurang dan lahan yang tersisa juga tidak sehat karena dikelilingi oleh limbah bekas tambang (Fajriansyah, 2024).
Kasus ini hanya merupakan satu dari banyaknya kasus tambang ilegal yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga lingkungan dan masyarakat sekitar. Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak buruk dari praktik ini?
Ekonomi Sirkular Sebagai Solusi Kerugian Ekologis Tambang
Dalam konteks pertambangan, praktik ekonomi sirkular ternyata menawarkan solusi untuk memitigasi dampak lingkungan yang sering terjadi. Penerapan ekonomi sirkular diharapkan dapat menciptakan iklim penambangan berkelanjutan dengan pengurangan limbah tambang secara signifikan.
Dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), General Manager PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Unit Pertambangan Tanjung Enim, Venpri Sagara, menyatakan bahwa PTBA telah menjalankan ekonomi sirkular dalam rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) dan reklamasi lahan bekas tambang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan lahan pasca tambang sebagai pusat persemaian bibit tanaman. Bibit tanaman tersebut kemudian digunakan kembali untuk melakukan rehabilitasi pada kawasan DAS. Dengan penggunaan tanaman produktif, seperti buah-buahan, mangrove, dan tanaman endemik, rehabilitas ini tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga berdampak pada perputaran ekonomi sekitar yang diperkirakan mencapai Rp22 miliar. Penerapan ekonomi sirkular juga dijalankan PTBA melalui program Tanjung Enim Kota Wisata. Program ini merupakan bagian dari proses reklamasi lahan pasca tambang dengan membangun berbagai destinasi wisata baru, seperti museum batu bara, mini zoo, hingga waterpark (Media Digital, 2024).
Dari praktik tersebut dapat diketahui bahwa industri pertambangan tidak melulu berbicara mengenai kerusakan lingkungan, tetapi juga apa yang dapat dilakukan untuk memitigasi dampak yang ditimbulkan. Penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan lahan pasca tambang menawarkan pendekatan berkelanjutan dalam industri yang bersifat destruktif tersebut. Langkah-langkah konkret seperti rehabilitasi lahan bekas tambang dan penggunaan tanaman produktif untuk menyuburkan kembali kawasan yang terkena dampak tidak hanya membawa manfaat ekologis, tetapi juga ekonomis bagi masyarakat sekitar. Melalui upaya-upaya kolaboratif semacam ini, diharapkan kita dapat membangun industri pertambangan yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab bagi lingkungan serta masyarakat.
Penulis : Fasya Pavita Rayhan.
Referensi
Fajriansyah, A. (2024, April 1). Korupsi Timah Sisakan Kerusakan Lingkungan dan Anak Putus Sekolah. kompas.id. Retrieved April 2, 2024, from https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/03/31/korupsi-timah-sisakan-kerusakan-lingkungan-dan-anak-putus-sekolah?status=sukses_login%3Fstatus_login%3Dlogin&status_login=login
Hasan, A. A. (2024, April 1). Tekor Negara 2017 Triliun Akibat Korupsi Timah, Berikut Rincian Kerugian Negara, Lingkungan, hingga Ekonomi. tempo.co. Retrieved April 2, 2024, from https://metro.tempo.co/read/1851817/tekor-negara-271-triliun-akibat-korupsi-timah-berikut-rincian-kerugian-negara-lingkungan-hingga-ekonomi
Media Digital. (2024, April 1). PTBA Manfaatkan Lahan Bekas Tambang untuk Pusat Persemaian Wisata. sumatera.bisnis.com. Retrieved April 2, 2024, from PTBA Manfaatkan Lahan Bekas Tambang untuk Pusat Persemaian dan Wisata Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "PTBA Manfaatkan Lahan Bekas Tambang untuk Pusat Persemaian dan Wisata", Klik selengkapnya di sini: https://sumatra.bisnis.com/read/2
Tim Detikcom. (2024, March 30). 4 Hal Tentang Kerugian Lingkungan Kasus TimahRp217 T Belum Final. news.detik.com. Retrieved April 2, 2024, from https://news.detik.com/berita/d-7268814/4-hal-tentang-kerugian-lingkungan-kasus-timah-rp-271-t-belum-final?single=1