Pada hari Rabu, 5 Maret 2023, Skin Game berkolaborasi dengan Society of Renewable Energy (SRE) UGM, 180 DC UGM, dan ESID dalam sebuah diskusi interaktif mengenai keberlanjutan dalam industri kecantikan lokal. Acara ini didampingi oleh Adrien Aisyah Adzana (Manajemen 2022) sebagai moderator dengan menghadirkan para pembicara, termasuk Michella Ham, pendiri Skin Game Official, yang berbagi pandangannya tentang tantangan dan peluang dalam menerapkan ekonomi sirkular di sektor ini. Salah satu fokus utama diskusi adalah konsep Extended Producer Responsibility (EPR), yang menekankan kewajiban produsen dalam mengelola limbah dari produk mereka. Michella menjelaskan bahwa Skin Game telah menerapkan program daur ulang dengan memberikan insentif kepada pelanggan yang mengembalikan kemasan kosong. Namun, tantangan masih ada, seperti rendahnya kesadaran konsumen terhadap manfaat program ini yang masih dianggap sekadar strategi pemasaran.
Selain itu, Dewi Arimbi dari Paste Laboratory menyoroti pentingnya inovasi dalam pengelolaan limbah industri kecantikan. Paste Lab telah mengembangkan metode pengolahan limbah plastik dari kemasan produk kecantikan menjadi material baru yang dapat digunakan kembali. Kolaborasi dengan brand kecantikan seperti Skin Game dinilai menjadi langkah strategis dalam memperkuat penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.
Ipuk Widayanti, seorang akademisi dan pakar ekonomi sirkular, turut serta dalam diskusi dengan membahas pentingnya transparansi dalam pemasaran hijau. Ia menekankan bahwa banyak perusahaan mengklaim ramah lingkungan tanpa memiliki sertifikasi atau bukti konkret, yang justru dapat menyebabkan ketidakpercayaan konsumen. Oleh karena itu, edukasi kepada konsumen mengenai perbedaan antara pemasaran hijau yang asli dan greenwashing menjadi kunci utama dalam membangun industri kecantikan yang berkelanjutan.
Diskusi ini juga mengangkat inovasi produk sebagai salah satu cara untuk mengurangi dampak lingkungan. Skin Game, misalnya, telah mulai beralih ke kemasan ukuran besar guna mengurangi konsumsi plastik per pelanggan. Namun, tantangan tetap ada karena harga yang lebih tinggi dapat mengurangi daya tarik bagi konsumen yang sensitif terhadap harga. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang efektif diperlukan untuk meyakinkan konsumen bahwa investasi dalam produk berkelanjutan akan lebih hemat dalam jangka panjang.
Acara ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif, di mana para peserta mengajukan pertanyaan terkait kebijakan keberlanjutan, tantangan dalam penerapan EPR, serta bagaimana peran pemerintah dapat mendukung transisi industri kecantikan lokal ke arah yang lebih hijau. Harapannya, melalui diskusi ini, semakin banyak brand kecantikan lokal yang terinspirasi untuk menerapkan strategi bisnis yang lebih berkelanjutan, sekaligus mengajak konsumen untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Penulis:
Syifa Nikita Amanda Siregar